Rio Dwi Seprianto
Sejak dikenalkannya peralatan
teknologi di dunia pendidikan (e-learning) berdampak signifikan khususnya bagi
guru yang masih gaptek atau sama sekali masih belum mengenal system
komputerisasi. Mengajar dikelas dengan penyampaian materi yang dikolaborasikan
dengan perangkat teknologi berbasis IT; computer, infokus, LCD, Audio Visual
Aids (Alat bantu pembelajaran) tentunya merupakan beban berat yang harus di
emban guru yang tidak kompeten menggunakan perangkat tersebut. Persoalan ini
menjadi dilematik khusunya bagi guru yang tidak pernah mencicipi pendidikan
teknologi computer di masa pendidikannya. Mengutip kalimat yang di ambil dari
situs http/www.teknologipendidikan.com mengatakan bahwa“ teknologi berkembang
akhir tahun 80an (di luar negeri) dan awal tahun 2000 (di sini), audio visual
aids dan teknologi pendidikan (TP) sudah mulai dikenal sampai ada orang yang
mengatakan bahwa teknologi dapat mengajar lebih efektif dari manusia.
Pernyataan tersebut menyimpulkan Jika
teknologi di Indonesia berkembang di tahun 2000 maka menimbulkan efek yang
tidak singkron dengan kapasitas pendidikan dan potensi guru saat ini. Jika dihitung secara berkala, guru yang usianya
lebih 40 tahun, sudah pasti tidak mengenal computer ketika masih study di
universitasnya. Logikanya, mereka merupakan angkatan mahasiswa rentang tahun 70
sampai 80an dan pada masa itu komputerisasi belum merambah ke dunia pendidikan
kita.
Pemaksaan pemerintah dinas
pendidikan Indonesia pada kurikulum KTSP 2006 yang memprogramkan munculnya
sekolah-sekolah dan kelas-kelas unggulan seperti; SSN, RSBI dan SBI yang
berdampak aksi protes dari masyarakat luas karena mahalnya biaya pendidikan. Secara
kontinyu kurikulum 2013 menata ulang program KTSP2006 tersebut dengan tidak
meninggalkan teknologi yang disepakati untuk di terapkan di ruang belajar yang
diintegrasikan ke semua bidang study.
Peristiwa di atas menjadi cikal
bakal lumpuhnya strategi belajar bagi guru yang kurang menguasai teknologi
sebagai media tambahan untuk proses transfer materi kepada siswa. Program pelatihan
TIK untuk guru yang diselenggarakan pemerintah tahun 2009 sampai dengan 2011
menghasilkan ketidak merataan kemampuan guru dalam mengoperasikan computer. Benar
kata pepatah ”belajar di waktu muda bagai mengukir di atas batu, belajar di
waktu tua bagai mengukir di atas air”.
Fenomena inilah yang menjadi subject matter guru-guru yang tidak
mampu menggunakan IT sebagai media dan alat bantu pembelajaran di kelas. Ada benarnya,
media pembelajaran yang menggunakan software
Ms. Powerpoint sebagai pengganti papan tulis untuk presentasi di kelas yang
mengandalkan laptop dan infocus sangat efektif dan komunikatif karena lebih menjamin
pemahaman siswa dan memberikan daya tarik siswa untuk belajar. Hal ini
disebabkan karena terjadinya proses kompleksitas indra (melihat dan mendengar).
Implikasinya, ketika guru tidak
mampu menggunakan IT untuk proses pembelajaran. Berbagai strategi kreatif
banyak menawarkan teknik ampuh yang bisa digunakan tanpa mengandalkan
komputerisasi. Computer buatan manusia, dan otaknya adalah manusia. Computer memiliki
memori terbatas, dan sampai sekarang otak guru adalah teknologi yang jauh lebih
ampuh dalam mengajar yang efektif dan bermutu. Tugas guru adalah mengajar dan
mendidik siswa sesuai kemampuan dan kreatifitas individunya, inovatif dalam
menghadapi tantangan baru. Tidak ada pengganti manusia (guru) dengan appropriate
tectology (menggunakan teknologi dalam pendidikan).